Jawaban:
Dia Masuk Dalam Kategori Munafik
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Di antara tanda munafik ada tiga, yakni jika berbicara dusta, jika berjanji tidak menepati, dan jika diberi amanat berkhianat (HR. Muslim No. 59)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
“Tanda munafik itu ada tiga, walaupun orang tersebut mengerjakan puasa dan salat, lalu mengklaim dirinya seorang muslim” (HR. Muslim No. 59)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu (1) jika diberi amanat, khianat, (2) jika berbicara, dusta, (3) jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi, (4) jika berselisih maka dia akan berbuat zalim” (HR. Muslim No. 58)
Dalam bahasan ini, dilihat dari petanyaan Anda, maka bisa dipastikan yang bersangkutan berjanji dan tidak menepati. Ibnu Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada dua macam, yakni;
a. Berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran janji yang paling jahat
b. Berjanji, pada awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar
Adapun jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut, tetapi karena alasan tertentu atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka dia tidak termasuk dalam sifat tercela ini.
Ada perkataan dari ‘Ali:
العِدَةُ دَينٌ ، ويلٌ لمن وعد ثم أخلف
“Janji adalah utang. Celakalah orang yang berjanji namun tidak menepati” (Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam 2 halaman 483)
Contoh sederhananya, kalau janji kepada anak kecil tetap harus ditepati. Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, dia berkata;
من قال لِصبيٍّ : تَعَالَ هاك تمراً ، ثم لا يُعطيه شيئاً فهي كذبة
“Siapa yang mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini, ini kurma untukmu”. Kemudian dia tidak memberinya, maka dia telah berdusta” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam 2 halaman 485)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ
"...Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya..." (Tafsir surat An Nisaa’ 11)
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ
"...Setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah..." (Tafsir surat An Nisaa’ 12)
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda:
نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ
"Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutangnya dilunasi" (HR. Ahmad II/440, 475, 508 | Imam At Tirmidzi No. 1078-1079 | Imam Ad Darimi II/262 | Imam Ibnu Majah No. 2413 | Imam Al Baghawi dalam syarhus Sunnah No. 2147)
Dari penjelasan di atas telah tegas bagaimana perilaku orang munafik. Tentu saja dalam hal ini, jika dikaji lebih lanjut, maka syariat Islam sudah menekankan arti pentingnya komitmen dan perjanjian. Hal ini sangat penting karena menyangkut hubungan dalam bermasyarakat terlebih dalam sebuah pekerjaan. Solusinya, jika terjadi hal ini maka Anda harus menagih kepada yang bersangkutan untuk membayar sisa pekerjaan yang belum terbayarkan.
Jika yang bersangkutan tidak bersedia membayar, maka lakukan pendekatan secara persuasif dan kekeluargaan. Selanjutnya jika dianya tidak atau belum membayar, maka diberikan toleransi sampai waktu yang ditentukan. Apabila ternyata pada waktu yang belum ditentukan belum juga membayar maka tergantung hati Anda, apakah pekerjaan itu akan diikhlaskan atau disedekahkan. Jika disedekahkan maka yang bersangkutan terlepas dari beban ketika meninggal nanti.
Namun jika Anda tidak mengikhlaskan dan masih menganggap utang sampai kapanpun, bila yang bersangkutan meninggal dan ahli waris belum melunasinya, maka si mayit akan terkatung-katung di alam ruh. Jadi menurut kami, silakan Anda hubungi yang bersangkutan dengan memberikan nasihat-nasihat, jika tidak bersedia membayar maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Semoga jawaban ini memberikan manfaat. Wallahu Ta’ala A’lam Bish Shawab.
Candra P. Pusponegoro
Pengasuh Tanya Jawab www.TerapiOksidan.com