Apabila pernah melakukan kesalahan diwajibkan meminta maaf dan bertobat secara sungguh-sungguh. Di Tanah Suci (haram) setiap perbuatan sekecil apapun, baik terlahir atau tersembunyi langsung mendapat ‘ganjaran’ tunai dari Allah.
Banyak pengalaman yang sering dituturkan oleh para jemaah haji atau umrah sepulang dari sana. Sehingga, istilah mengenai “kamu jual dan aku beli” itu memang kenyataan dan bukan isapan jempol belaka.
Hal ini dituturkan oleh salah seorang jemaah asal Kota Batam yang beberapa waktu lalu menunaikan perjalanan spiritualnya bulan akhir Juni dan awal Juli 2011, Agus Hendrik Monopoli.
Menurutnya, dia pernah ‘diganjar’ Tuhan selama berada di Kota Madinah. Yakni tersesat selama dua jam ketika dia hendak pulang mencari hotel tempat menginapnya.
Menurut pengakuan keduanya, sebelum ‘diganjar’ Tuhan, keduanya pernah melakukan kesalahan ringan.
Kholil misalnya, dia menyebutkan jika pernah ‘menerlantarkan’ teman sekamarnya, Sarni Amat S untuk menunggu di ruang makan hotel selama tiga jam.
Tanpa disadari, Kholil berangkat duluan ke masjid untuk salat Dzuhur, dan Sarni ditinggalkannya di hotel.
Sedangkan Agus Hendrik Monopoli saat itu mengatakan jika menggunakan kompas (penunjuk arah), untuk bisa pulang ke hotel merupakan hal yang mudah.
Namun di saat keduanya hendak pulang ke hotel Dar Al Eiman Grand Hotel di Off Siteen Street Central Area di Madinah, mereka berputar-putar tidak menentu arah. Selama dua jam dan hotelnya tidak dijumpainya.
“Masya Allah kalau ingat kejadian itu, saya dan kawan berputar-putar mencari hotel namun tidak ketemu. Saya tanya berkali-kali ke polisi dan orang-orang, mereka menunjukkan arah hotelnya, namun saat didatangi, hotel tersebut tidak ada. Kulit wajah, tangan, dan kaki saya terbakar sebab suhunya mencapai 48 derajat Celcius kala itu,” ujar Jubron Fahirro mengenang kejadian.
Setelah berjalan memutar-mutar arah tidak menentu di saat terik matahari yang sangat panas, Kholil nyaris pingsan.
Lalu dia memutuskan untuk berteduh di sebuah toko aksesoris. Sementara Agus Hendrik Monopoli berusaha menghubungi pembimbing (muthawwif) melalui telepon agar menjemputnya. Namun malang, si muthawwif ternyata sedang lelap tidur di hotel.
“Usaha saya menelepon ke muthawwif untuk dijemput, ternyata berkali-kali dihubungi tidak ada jawaban. Dua jam kami hampir pingsan karena tersengat suhu udara yang teramat panas. Kemudian kami berdua membaca istighfar dan salawat nabi berulang-ulang. Subhanallah, hotel yang kami tinggali itu letaknya persis di depan tempat kami membaca istighfar dan salawat,” cerita Agus Hendri Monopoli terharu.
Semenjak kejadian itu, keduanya meyakini bahwa di Tanah Suci, baik Madinah dan Makkah setiap perkataan dan perilaku langsung ‘diganjar’ Allah dengan tunai.
Sehingga dalam kesehariannya, untuk melakukan serangkaian ibadah maka segala sesuatu harus dilakukan dengan hati-hati. Jika tidak maka tinggal menunggu ‘ganjaran’ sesuai perbuatannya.
Begitu juga dengan masalah doa. Di Tanah Suci, setiap permohonan doa yang dipanjatkan kepada Allah akan diberikan secara langsung.
Bahkan pada saat jemaah mendoakan istri, anak, keluarga, kerabat atau sahabatnya di Tanah Air, mereka bisa langsung merasakan doa-doa yang dipanjatkan jemaah itu selama berada di Raudhah, Multa’zam, Shafa Marwah, atau tempat mustajab lainnya.
Sebutlah Yosi, salah seorang sahabat Kholil yang bermukim di Pekanbaru, Riau. Kholil melakukan ibadah mengelilingi Ka’bah (thawaf) dan mendoakan dirinya.
Kemudian Yosi merasakan badannya terasa digoyang-goyang. Boleh dibilang seperti sedang terjadi gempa yang hebat. Selain itu, hati Yosi merasakan kesejukan dan ketentraman.
“Insya Allah saya merasakan getaran itu. Saya merasakan badan saya seperti digoyang-goyang sama seperti saat kejadian gempa bumi. Kemudian saya langsung teringat ustaz sedang berada di Makkah dan saya meyakini hal ini merupakan pertanda baik dari Allah,” ujar Yosi.