Selain susah mencari masjid untuk pelaksanaan ibadah solat tarawih, agenda buka puasa bersama (iftor jama’i) jarang sama sekali. Salah seorang pelajar Indonesia yang sedang mengenyam pendidikan di kota Rochester negara bagian Minnesota USA, MN Hakim, menyebutkan puasa tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya.
Tahun 2010 lalu dirinya bisa salat tarawih, tadarus, sahur dan buka bersama keluarga, teman, atau anak-anak yatim piatu. Tetapi kali ini, dia harus menjalani aktivitas sahur dan buka puasa seorang diri.
Begitu juga saat ingin melakukan salat tarawih berjemaah di masjid, dia harus berangkat sendiri dengan menempuh waktu lebih dari 30 menit. Sehingga bagi pelajar sepertinya, dia harus berjuang ekstra supaya bisa lebih mandiri dan percaya diri.
“Alhamdulillah, saat ini waktu puasanya lebih lama karena bertepatan dengan musim panas (summer) sehingga untuk menunggu waktu malamnya lebih lama."
"Memang saat puasa pertama rasanya sangat berat, bahkan awal pertama Ramadhan kemarin saya menjalani puasa dalam keadaan sakit,” ujar MN Hakim saat dihubungi penulis.
Pertama kali dirinya berpuasa cukup kepayahan dan perlu adaptasi. Menurutnya, ada benarnya hidup di negara orang itu sulit pada permulaannya, namun bukan berarti tidak ada akhirnya.
Setelah puasa hari pertama dan kedua terlewati, semua keadaan kembali normal. Sehingga dirinya mampu menjalankan puasa dengan semangat dan nyaman. Baginya, ada kesan yang sudah didapatkan selama ini. Hari pertama dan kedua puasa dia bisa bangun sendiri untuk makan sahur.
Tetapi hari berikutnya kembali kepada sifat aslinya, yakni susah untuk bangun pagi. Sehingga ‘bapak asrama’ yang bukan muslim turut membangunkan dirinya saat pukul 4.00 pagi dan menyuruh dia untuk sahur.
“Buka puasa di sini pukul 8.00 malam, dua jam lebih lama dibandingkan di Indonesia. Makanan di sini enak dan bervariasi, sekalipun tidak sering makan nasi setidaknya bisa membuat perut kenyang. Yang penting makanan itu dapat mengembalikan kondisi badan agar tetap segar setelah seharian berpuasa,” papar MN Hakim.
Seperti ‘pakem’ selama di tanah air, dia berkeinginan untuk melakukan buka bersama komunitas muslim lainnya. Untuk itu, dia mencari informasi dari teman-teman muslim lainnya, Rashed Ferdaus. Setelah mendapat banyak informasi, dirinya sering melakukan kegiatan-kegiatan selama, seperti tadarusan, kajian agama.
Saking semangatnya, dia pernah mendapatkan ‘hadiah’ yang tidak akan pernah dilupakan seumur hidupnya. Di tanah air, kegiatan buka puasa lazimnya dilakukan di masjid.
Namun kemarin, dirinya mengikuti acara buka bersama di sebuah gereja dengan sekitar 5.000 orang jamaah muslim.
“Miris saat itu, saya mengikuti buka puasa bersama ternyata acaranya dilakukan di sebuah gereja. Setelah saya cari tahu, warga muslim menyewa sebuah gereja karena masjid di sini kecil dan jumlahnya cuma dua, sehingga tidak bisa menampung jamaah muslim yang terlampau banyak,” urai MN Hakim.
Mengenai masalah libur sekolah, di sini sangat berbeda dengan di Batam, Jakarta atau kota lain di Indonesia.
Jangankan mengharap liburan sebelum puasa atau pascalebaran nanti, untuk mendapatkan libur satu hari saja sangat sulit. Jadi kalau ingin libur terpaksa harus ‘mbolos’ (tidak masuk tanpa standar izin baku).
Begitu juga saat malam takbiran nanti, biasanya di tanah air sudah heboh dan tumpah ruah di jalan. Jangan harap di sini bisa seperti itu, yang ada hanya kesunyian.
Untuk takbiran nanti, kata dia, dirinya akan mendengarkan takbiran dari notebook. Sehingga nuansa takbiran tetap bisa dinikmati meski tidak seperti di tanah air.