Sejarah berdirinya Masjid Nabawi cukup unik, yaitu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam masuk Madinah, kaum Ansar mengelu-elukan beliau serta menawarkan rumah untuk beliau beristirahat. Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menjawab dengan bijaksana.
“Biarkanlah unta ini jalan, karena ia diperintahkan Allah. Setelah sampai di tanah milik kedua anak yatim bernama Sahal dan Suhai, keduanya anak Amr bin Amarah di bawah asuhan Mu’adz bin Atrah, unta tersebut berhenti, kemudian beliau dipersilahkan oleh Abu Ayub Al Ansari, tinggal di rumahnya.
Setelah beberapa bulan di rumah Abu Ayub Al Ansari, Nabi mendirikan masjid di atas sebidang tanah yang sebagian milik As’ad bin Zurrah, sebagian milik kedua anak yatim (Sahal dan Suhai), dan sebagian lagi tanah kuburan musyrikin yang telah rusak.
Tanah kepunyaan kedua anak yatim tadi dibeli dengan harga sepuluh dinar yang dibayar oleh Abu Bakar Ra. Sedang tanah kuburan dan milik As’ad Bin Zurrah diserahkan sebagai wakaf.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam yang meletakkan batu pertama pendirian masjid, diikuti oleh sahabat-sahabat Nabi, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Kemudian pengerjaan masjid dilakukan dengan gotong royong sampai selesai. Keadaan masjid masih sangat sederhana sekali tanpa hiasan, tanpa tikar dan untuk penerangan waktu malam hari digunakan pelepah kurma kering yang dibakar.
Pagarnya dari batu tanah, tiang-tiangnya dari batang kurma, sedangkan atapnya pelepah daun kurma. Waktu itu arah kiblatnya Baitul Maqdis di Yerusalem Palestina, karena perintah menghadap Ka’bah belum turun.
Luas masjid sekitar 30 x 35 m. Di sisi masjid dibangun tempat kediaman Nabi dan keluarganya yang kemudian mejadi tempat pemakamannya. Dalam perkembangannya, Masjid Nabawi mengalami beberapa kali perombakan.
Perubahan pertama adalah membangun mihrab setelah memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram di Mekah tahun 2 Hijriah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menerima perintah memindahkan arah kiblat.
Setelah itu, dilakukan beberapa kali perluasan masjid untuk dapat menampung jemaah yang semakin bertambah besar. Luas masjid saat ini mencapai 165.000 m² serta dapat menampung sekitar satu juta jemaah pada satu kesempatan.
Renovasi terakhir dilakukan oleh Raja Fahd yang menambahkan AC serta memperindah masjid dengan 27 kubah yang dapat digeser dan kubah berbentuk payung yang bisa dibuka tutup.
Keindahan ini juga dilengkapi dengan hamparan marmer putih di pelataran masjid yang selalu dingin meski terik matahari terus menyengat.
Masjid Nabawi memiliki 10 menara, enam di antaranya setinggi 99 m dan 24 kubah. Terdapat lima mihrab dan beberapa tiang yang memiliki sejarah masing-masing.
Selain itu, masjid ini dilengkapi dengan tempat parkir bawah tanah yang mampu menampung sekitar 4.400 kendaraan. Data perkembangan masjid Nabawi mulai dari zaman rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam adalah sebagai berikut:
a. Luas masjid waktu dibangun oleh Rasulullah adalah 2.475 m²
b. Tambahan pada masa Khalifah Umar bin Khattaab 1.100 m²
c. Tambahan pada masa Khalifah Usman bin Affan 496 m²
d. Tambahan pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik 2.369 m²
e. Tambahan pada masa Khalifah Abbas Al Mahdi 2.450 m²
f. Tambahan pada masa Malik Al Qait Bey 120 m²
g. Tambahan pada masa Khalifah Sultan Abdul Majid Al Usmani 1.293 m²
h. Tambahan pada masa Raja Faisal 600 m²
i. Pada saat Raja Fahd melaksanakan perluasan, Masjid Nabawi luasnya masih 82.000 m² kemudian diperlebar menjadi165.000 m²
Hal yang sangat istimewa adalah adanya satu area di dalam masjid yang dinamakan Raudhah atau Raudhatul Jannah yang berarti taman.
Tempat ini ditandai tiang-tiang putih dan letaknya adalah antara rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam (sekarang makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam) sampai mimbar.
Luas Raudhah dari arah Timur ke Barat sepanjang 22 m dan dari Utara ke Selatan sepanjang 15 m. Raudhah adalah tempat yang mustajab untuk berdoa, seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam:
“Antara rumahku dengan mimbarku adalah Raudhah di antara taman-taman surga” (Mutafaqun ‘Alaih)
Makam Rasulullah dan Kisah Pencurian Jasad Nabi
Makam Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam terletak di sudut timur Masjid Nabawi dan zaman dahulu dinamakan maqshurah. Setelah masjid itu diperluas, makam itu masuk dalam bagian bangunan masjid.
Makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam itu sendiri dibatasi oleh pagar yang penuh dengan lukisan kaligrafi dan pintunya dilapisi emas yang diletakkan persis di bawah kubah berwarna hijau.
Pada bangunan ini terdapat empat buah pintu :
1. Pintu sebelah kiblat dinamakan pintu At Taubah
2. Pintu sebelah timur dinamakan pintu Fatimah
3. Pintu sebelah utara dinamakan pintu Tahajjud
4. Pintu sebelah barat ke Raudhah (sudah ditutup)
Pernah terjadi pada zaman Shalahuddin Al Ayyubi, ketika perang salib, sebagaimana telah dicatat oleh sejarawan Ali Hafidz dalam kitab Fusul Min Tarikhi Al Madinah Al Munawarah, pihak Kristen mengirim dua orang yang mempunyai wajah seperti orang Arab datang ke Madinah dan tinggal serta bergaul dengan orang-orang Madinah.
Dan pada suatu hari, sang Penguasa Madinah bermimpi bahwa telah datang Rasulullah kepadanya dan meminta kepadanya untuk menyelamatkan jasad beliau dari dua orang yang ditunjukkan wajahnya.
Setelah mimpi tersebut berkali kali dialaminya, akhirnya beliau memanggil seluruh warga Madinah untuk berkumpul dan bersalaman kepadanya satu per satu.
Akhirnya setelah diketahui, kedua orang tersebut ternyata telah membuat suatu terowongan yang mengarah ke makam Nabi Muhammad dan berencana untuk mencuri jasad beliau karena mereka berkeyakinan kalau jasad nabi tidak hancur dan setelah jasad tesebut dicuri oleh mereka maka diharapkan pasukan Islam akan menyerah. Keduanya akhirnya dihukum pancung.
Lalu Raja Mesir waktu itu menyuruh pemerintah Madinah untuk membuat batasan berupa campuran beton dan perunggu jauh ke dalam tanah untuk melindungi jasad Nabi Muhammad dan kedua sahabatnya dari pencurian. Tempat-tempat bersejarah lain yang dapat dikunjungi di Madinah dan sekitarnya;
a. Makam Baqi’
Di sebelah Timur dari masjid Nabawi ada pemakaman untuk para penduduk maupun jemaah haji yang meninggal di Madinah, bernama Baqi’. Di tempat itu pula dimakamkan Utsman bin Affan RA dan para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam, yaitu Siti Aisyah RA, Ummu Salamah, Juwairiyah, Zainab, Hafsah binti Umar bin Khaththab, dan Mariyah Al Qibtiyah RA. Putra-putri Rasulullah SAW seperti Ibrahim, Siti Fatimah, Zainab binti Ummu Kulsum, serta beberapa sahabat Nabi SAW juga dimakamkan di sana.
b. Masjid Quba
Masjid yang terletak di daerah Quba, sekitar 5 km sebelah barat daya Madinah. Waktu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam hijrah ke Madinah, orang pertama yang menyongsong kedatangan rasulullah adalah orang-orang Quba. Kedatangan Nabi di Quba pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 13 kenabiannya atau tahun 53 dari kelahiran beliau atau bertepatan dengan tanggal 20 September 622 M. Di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menempati rumah Kalsum bin Hadam, maka rasulullah pun mendirikan masjid di atas sebidang tanah milik Kalsum. Di masjid ini pula pertama kali diadakan salat berjemaah secara terang-terangan dan disebutkan dalam Al Qur’an dengan nama masjid Taqwa.
c. Jabal Uhud
Jabbal Uhud adalah nama sebuah bukit terbesar di Madinah. Letaknya sekitar 5 km dari pusat kota Madinah. Di lembah bukit ini pernah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin sebanyak 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah sebanyak 3000 orang. Dalam pertempuran tersebut kaum muslimin yang gugur sampai 70 orang syuhada,antara lain Hamzah bin Abdul Munthalib paman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam.
Perang uhud terjadi pada tahun ke-3 Hijriah, waktu kaum musyrikin Makkah sampai di perbatasan Madinah, umat Islam mengadakan musyawarah bersama para sahabat yang dipimpin oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. Banyak para sahabat mengusulkan agar umat Islam menyosong kedatangan musuh di luar kota Madinah, usul ini akhirnya disetujui oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Beberapa orang pemanah ditempatkan di atas gunung Uhud untuk mengadakan serangan-serangan jika kaum musyrikin mulai menggempur umat Islam. Dalam perang yang dahsyat tersebut umat Islam hampir mendapat kemenangan yang gemilang. Pasukan pemanah umat Islam yang berada di atas gunung Uhud meningalkan bukit setelah melihat barang-barang yang ditinggalkan oleh musuh (rampasan atau fa’i).
Beberapa di antara mereka yang meninggalkan pos untuk turut mengambil barang-barang tersebut, padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan pos meski apapun yang terjadi. Akibat pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.
Dia menggerakkan tentaranya kembali guna menyerang sehingga umat Islam mengalami kekalahan yang tidak sedikit yaitu sampai 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam sendiri dalam peperangan tersebut mendapat luka-luka. Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke kota Makkah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam memerintahkan agar mereka yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh sehingga ada satu liang kubur beberapa syuhada. Kuburan Uhud waktu sekarang dikelilingi tembok yang tinggi. Saat ziarah, mereka hanya bisa mendoakan dari luar tembok atau pagar yang tinggi dan tidak boleh masuk ke dalam makam.
d. Masjid Qiblatain
Masjid tersebut mula-mula dikenal dengan nama masjid Bani Salamah karena dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Pada tahun ke-2 Hijriah waktu Zhuhur di masjid tersebut tiba-tiba turunlah wahyu surat Al Baqarah ayat 144 yang artinya:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi alkitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-Nya dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan” (Al Baqarah 144).
Dalam salat tersebut mula-mula Rasulullah SAW menghadap ke arah Masjidil Aqsa DI Yerusalem Palestina, namun setelah turun ayat tersebut, beliau menghentikan sementara, kemudian meneruskan salat dengan memindahkan arah kiblat menghadap ke Masjidil Haram di Mekkah. Dengan terjadinya peristiwa tersebut akhirnya masjid ini diberi nama masjid Qiblatain yang berarti masjid berkiblat dua.
e. Khandak/Masjid Khamsah
Khandak berarti parit. Dalam sejarah Islam yang dimaksud Khandak adalah peristiwa penggalian parit pertahanan sehubungan dengan peristiwa pengepungan kota Madinah oleh kafir Quraisy bersama sekutu-sekutunya dari Yahudi Bani Nadlir, Bani Ghathfan, dan lain-lainnya.
Pada saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam mendengar kafir Quraisy bersama sekutu-sukutunya akan menggempur kota Madinah, maka rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat-sahabatnya bagaimana cara menanggulangi penyerangan tersebut.
Pada waktu sahabat nabi, Salman Al Farisi memberikan saran supaya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam membuat benteng pertahanan berupa parit. Usul tersebut diterima oleh rasulullah dan membuat benteng pertahanan berupa parit.
Maka digalilah parit pertahanan tersebut di bawah pimpinan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam sendiri. Peristiwa pengepungan kota Madinah ini terjadi pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah. Peninggalan perang Khandak yang ada sampai sekarang hanyalah berupa lima buah pos yang dulunya berjumlah tujuh.
Menurut sebagian riwayat tempat tersebut adalah bekas pos penjagaan pada peristiwa perang Khandak dan sekarang dikenal dengan nama Masjid Sab’ah atau Masjid Khamsah.