Tidak jarang juga muthawwif (pemandu) haji/umrah yang membimbing jemaah haji/umrah di tanah suci menawarkan kepada para jemaah untuk badal haji/umrah bagi keluarga, kerabat, atau orang lain.
Ringkasnya, dalam bahasa Arab, arti badal itu sendiri adalah pengganti. Jadi fungsi dari dari badal itu adalah pengganti/menggantikan atau wakil/mewakili.
Dalam bahasan ini, badal haji/umrah itu adalah mengutus atau mengamanatkan seseorang yang sudah pernah berhaji/umrah untuk mengerjakan haji/umrah atas nama orang lain.
Contohnya, saya sudah pernah umrah/haji. Kemudian suatu hari ada seseorang (keluarga) silaturahmi kepada saya lalu meminta/mengamanahi saya untuk mem-badal-kan haji/umrahnya.
Badal haji/umrah ini bisa dilakukan atas nama orang yang masih hidup atau sudah wafat. Caranya, saya berangkat ibadah haji/umrah yang kemudian diniatkan atas nama orang yang telah memerintah/mengamanahi tersebut.
Mengapa hal ini sering dilakukan? Alasannya, pertama bisa jadi karena wasiat orang yang sudah almarhum belum kesampaian haji/umrahnya lalu meminta seseorang untuk mem-badal-kannya.
Kedua, badal umrah ini biayanya relatif lebih terjangkau. Sebabnya, pihak keluarga yang meminta badal tidak berangkat haji/umrah sendiri. Mereka cukup mewakilkan kepada orang yang dipercaya untuk melakukannya.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadis;
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ » قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ »
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan: “Labbaik ‘an syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah atas nama Syubrumah”. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lantas berkata: “Memangnya siapa Syubrumah?” Ia menjawab: “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.” Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu bertanya: “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?” Ia menjawab: “Belum.” Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lantas memberi saran: “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud No. 1811)
Para ulama berkata bahwa hukum badal umrah sama dengan hukum badal haji. Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah juz ke-30 halaman 328-329 dalam pembahasan umrah untuk yang lain disebutkan;
Para fuqaha (ahli hukum) secara umum membolehkan menunaikan umrah untuk yang lain karena umrah sama halnya dengan haji boleh ada badal di dalamnya. Sebab haji dan umrah sama-sama ibadah badan dan harta.
Imam Hanafi menyatakan bolehnya menunaikan umrah dari yang lain atas perintahnya. Karena menggantikan hanya boleh lewat jalan perintah. Kalau ada perintah, lantas di-badal-kanlah umrah tersebut, maka boleh. Karena saat itu berarti melakukan hal yang diperintahkan.
Imam Malik menyatakan dimakruhkan mengganti umrah, namun jika terjadi, tetap dihukumi sah.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa boleh ada badal atau menggantikan menunaikan umrah dari yang lain jika yang digantikan adalah mayit atau orang yang masih hidup namun tidak lagi memiliki kemampuan untuk menunaikannya sendiri.
Oleh karena itu, siapa saja yang sudah dibebani melakukan umrah yang wajib dan punya kemampuan saat itu, namun tidak melakukannya sampai meninggal dunia, maka wajib menunaikan umrah tersebut oleh orang lain dari harta peninggalan si mayit.
Orang lain pun yang tidak ada punya hubungan kerabat jika menunaikan umrah tersebut tetap dianggap sah walau tanpa izinnya. Sebagaimana tetap sah jika ada yang melunasi utang walau tanpa izinnya.
Ulama Syafi’iyah juga berpendapat, boleh juga menunaikan umrah yang sunnah jika yang digantikan tidak mampu menunaikan sendiri sebagaimana boleh juga menunaikannya untuk mayit.
Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa tidak boleh mengumrahkan orang yang masih hidup kecuali dengan izinnya. Memang umrah bisa digantikan namun butuh akan izin dari orang yang digantikan. Adapun mayit boleh diumrahkan meskipun tidak dengan izinnya.
Dari pengalaman saya mulai daru tahun 2011 lalu, Alhamdulillah atas izin dan pertolongan Allah Azza Wa Jalla sudah banyak yang saya mem-badal-kan umrahnya. Baik dari kalangan keluarga, sahabat, atau orang lain.
Biasanya, setelah di-badal-kan umrahnya, saya memberikan sertifikat atau piagam sebagai bukti bahwa badal haji/umrah telah ditunaikan. Dari sini disimpulkan, para ulama masih menganggap berdasarkan dalil dari badal haji, bahwa badal umrah tetap ada.
Meski demikian ada perincian yang berbeda dari pendapat ulama madzhab. Wallahu a’lam bish shawwab.