Ternyata yang menelepon Kyai Muhammad Afifi atau Gus Afifi. Salah satu Wakil Ketua Pengurus Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) masa khidmat 2015-2020.
Beliau dan salah satu gurunya beliau ingin di-canthuk (dikop/dibekam). Saya tanya beliau (Gus Afifi) siapa saja dan kapan waktunya?
Gus Afifi menjawab Gus Aiz dan saya ingin dicanthuk Jumat (6-9-2019) habis Jumat pukul 14:00 WIB. Alhamdulillah, hati saya riang.
Wah ini balik kandang lagi ke Jakarta Pusat lagi. Maklum, sejak 2005 lalu saya sudah meninggalkan Cempaka Putih Barat XIX Jakarta Pusat.
Esoknya Jumat (6-9-2019) selepas Jumatan saya pesan GrabCar terus meluncur ke Kramat Raya Jakarta Pusat. Senang rasanya bisa “napak tilas” lagi ini.
Hampir 1 jam 30 menit sampailah saya di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang beralamatkan di Jalan Kramat Raya Nomor 164 Kelurahan Kenari Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Meskipun sopirnya GrabCar 'mblandhang' sejauh 700 meter karena 'ndlenger'.
Saya pun jalan kaki balik sendiri ke kantor PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama). Sampai di kantor PBNU, tidak lama kemudian, azan Ashar berkumandang.
Selesai jemaah Ashar, di dalam masjid jumpa dan disambut Cak Mahmud. Beliau adalah kepercayaan Gus Afifi yang diamanahi untuk ‘menjamu’ saya saat tiba di kantor PBNU.
Pada waktu itu, rupanya Gus Afifi sedang dalam perjalanan menuju kantor PBNU. Saya pun diajak Cak Mahmud ke lantai VII sambil ngobrol ngalor-ngidul.
Tiga pulu menit kemudian Gus Afifi menelepon Cak Mahmud. Akhirnya kami turun ke lantai II.
Keterangan foto dari kiri ke kanan: Gus Aiz, saya, dan Gus Afifi
Di ruangan lantai II Gus Aiz dan Gus Afifi sudah menunggu. Lalu Gus Afifi mengenalkan saya kepada Gus Aiz ini loh Pak Candra, ahli bekam yang diceritakan kemarin.
Usut punya usut, ternyata Gus Aiz ini memiliki nama lengkap K. H. Aizzuddin Abdurrahman atau Gus Aiz yang merupakan cucu K. H. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Selain itu, Gus Aiz merupakan salah satu ketua di jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020.
Ayah Gus Aiz bernama (almarhum) K. H. Abdurrahman Utsman, salah satu tokoh pendiri perguruan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa dan mantan Ketua PCNU Kabupaten Jombang Jawa Timur.
Kesan pertama berjumpa Gus Aiz, saya menilai beliau adalah seorang yang sangat kharismatik. Tatapannya teduh dan tidak banyak berbicara.
Selama sepuluh menit saya menceritakan pengalaman canthuk (kop/hijamah). Tidak lama saya persilakan Gus Aiz dan Gus Afifi membuka baju dan proses canthuk (bekam) dimulai.
Beberapa kop dipasang di badang Gus Aiz dan Gus Afifi. Ketika mau saya sayat/gores/iris/belah sedalam 0,09 milimeter, saya biasanya mengajak pasien berdoa dan menirukan doa yang saya lafazkan.
Saat itu saya menawarkan kepada Gus Aiz, mau berdoa sendiri atau saya yang pimpin? Ternyata jawaban Gus Aiz: "Saya ikuti dan menirukan Pak Candra saja, Pak Candra saja yang pimpin doanya dan saya ikut".
Begitu jawaban Gus Aiz sebelum disayat. Lalu saya pun akhirnya membaca doa dan Gus Aiz menirukannya. Demikian juga dengan Gus Afifi, juga sama menirukannya.
Di sinilah saya sangat terkesan dan bisa menilai sekilas bahwasanya seorang kiyai atau ulama besar itu selalu menjaga rasa kepada siapa saja karena dirinya tidak pernah merasa hebat atau sombong (tawadhu).
Ketulusan hati seseorang terpancar kuat walau secara spiritual. Itulah yang saya tangkap dan terkesan dengan Gus Aiz, meskipun hanya beberapa jam bersilaturahim dengan beliau.
Beda dengan seseorang yang mengaku-aku kiyai atau gus-gus-an itu. Kadang malah gayanya enggak karu-karuan. Itulah yang membedakan gus asli dan gus beneran.
Hasilnya setelah dibekam Gus Aiz merasa senang dan ringan badannya. Tidak lama kemudian Gus Aiz membeli mie ayam bakso yang paling enak buat Gus Afifi, Cak Mahmud, dan saya.
Kami berempat makan bersama di ruangan yang dingin itu. Terima kasih Gus Aiz, Gus Afifi, dan Cak Mahmud. Satu lagi, terima kasih untuk Gus Setyo juga, he he he.